BBM bersubsidi merupakan kebutuhan mendasar bagi nelayan kecil yang mata pencahariannya sangat tergantung pada hasil laut guna memenuhi kebutuhan keluarganya setiap hari.
Berdasarkan Pasal 8 ayat (2) UU Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, pemerintah menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian BBM di seluruh wilayah Indonesia. Kemudian dalam distribusi BBM tertentu atau kategori subsidi sesuai Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014, setiap Pelabuhan Perikanan atau Pimpinan SKPD di Provinsi/Kabupaten/Kota yang membidangi Perikanan bertugas sesuai kewenangannya dalam melakukan verifikasi dan rekomendasi terhadap penerima BBM kategori tertentu dengan kapasitas kapal maksimal berbobot 30 Gross Ton.
Namun sesuai hasil verifikasi dilapangan, persoalan kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi masih dialami oleh ribuan nelayan kecil yang berada di Kabupaten Pulau Morotai, dimana dari alokasi 90 KL setiap bulannya ternyata hanya diperoleh rata-rata sekitar 20-30 KL saja atau hanya sepertiga dari kuota yang diberikan dimana 5 KL diantaranya adalah BBM jenis Biosolar. Oleh sebab itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pulau Morotai Dr. Yoppy Jutan, melakukan audensi dengan Pimpinan Depo Pertamina di Kantor Kupa Kupa.
Dalam agenda kunjungan kerja Senin (18/7), telah dilakukan audiens dan melalui Sales Branch Manager Pertamina Depo Pemasaran Kupa Kupa, disampaikan bahwa memang benar kuota BBM subsidi pada SPDN di Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) Desa Daeo Majiko adalah sebesar 90 KL setiap bulan, namun pasokannya masih terbatas karena harus menyesuaikan dengan kuota yang tersedia, selain itu masih terdapat kendala pada frekuensi distribusi BBM untuk Pulau Morotai akibat terbatasnya armada transportasi laut yang dimiliki, dimana mereka juga harus melayani beberapa Kabupaten lain dalam wilayah kerjanya.
Menurut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Morotai Dr. Yoppy Jutan, bahwa kondisi terbatasnya kuota BBM bersubsidi yang dialami oleh ribuan nelayan binaannya di Morotai tentu sangat mempengaruhi target produksi ikan sebagai jaminan asupan protein utama bagi masyarakat Morotai yang dominan hidupnya berada di wilayah Pesisir dan Pulau Kecil. Saat ini, meski belum memasuki musim puncak penangkapan ikan, namun kebutuhan BBM justru meningkat dimasa paceklik ini karena pola migrasi ikan terutama jenis ikan pelagis besar seperti Tuna yang semakin jauh.
Lebih lanjut dikatakan bahwa apabila suplai BBM terjamin, maka akan terjadi peningkatan produksi hasil tangkapan di wilayah perairan yang memiliki cadangan ikan yang melimpah ini, selanjutnya apabila nelayan dapat melakukan aktifitas usaha penangkapan ikan secara normal, maka selain dapat menghidupi keluarga mereka, sudah tentu dapat pula membantu roda perekonomian di daerah perbatasan seperti Pulau Morotai.
Mengakhiri agenda kerja kali ini, kedua pihak sama-sama menyadari bahwa masalah distribusi BBM di Pulau Morotai tergolong kompleks, karena itu sangat dibutuhkan dukungan dan kerjasama yang semakin baik dalam upaya pengelolaan rantai distribusi BBM termasuk sistem pengawasannya agar alokasi BBM subsidi benar-benar dapat dinikmati oleh seluruh nelayan kecil.
Selanjutnya akan diajukan usulan penambahan kuota dan penambahan minimal pada tiga titik distribusi di setiap Pangkalan Pendaratan Ikan atau pada sentra-sentra nelayan yang berada di sisi Utara, Timur dan Selatan Barat Pulau Morotai guna menghindari terjadinya disparitas harga sekaligus ikut mensukseskan program nasional yakni Morotai sebagai Kawasan Ekonomi Khusus menuju Industrialisasi Perikanan secara berkelanjutan.